Taman Eden, yaitu taman
Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan
yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan
malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari
penciptaanmu, wahai manusia.
Memang Allah pernah berfirman pula kepadaku: “Aku akan mendirikan bagi mereka
suatu taman kebahagiaan, sehingga di tanah itu tidak seorangpun akan mati kelaparan
dan mereka tidak lagi menanggung noda yang ditimbulkan bangsa-bangsa. Dan
mereka akan mengetahui bahwa Aku, Allah mereka.” Aku sungguh melihat, betapa
Allah menyayangi dan memanjakan manusia itu.
Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik
untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta
pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Di taman itu ada
pohon-pohon aras, juga ada pohon sanobar dan pohon berangan. Waktu itu, segala
pohon-pohon yang ada di taman Allah tiada yang dapat disamakan dengan pohon
lain mengenai keelokannya.
Ada sebuah sungai yang mengalr dan membasahi taman itu. Kami menyebutnya
sebagai sungai air kehidupan. Dan sungai yang ada di taman Eden itu mengalir
terus ke bumi dan menjadi empat cabang. Sungai ini sendiri jernih bagaikan
kristal, dan mengalir keluar dari takhta Allah. Sekali meminum air kehidupan
dari sungai itu, maka tidak akan haus lagi.
Allah berfirman kepada manusia itu: “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala
tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang
buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang
di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang
bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.”
Manusia itu berkata kepada Allah: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik
bagiku selain Engkau!” Memang, merekalah orang-orang kudus yang ada pertama
kali di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaan Allah.
Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik. Lalu Allah
memberi perintah ini kepada manusia itu: “Hai Adam, diamilah taman ini oleh
kamu dan isterimu, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana
saja yang kamu sukai. Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan
bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kamu dekati pohon ini dan janganlah kaumakan buahnya, yang akan menyebabkan
kamu termasuk orang-orang yang zalim. Dan Kutegaskan kepadamu, Kularang kamu
memakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
Adam mendengar perintah Allah dengan penuh sujud. Tapi setelah itu, aku
mendengar pembicaraan dia dengan istrinya, Hawa, soal mati itu. Mereka
bertanya-tanya sendiri, apa yang dimaksudkan mati oleh Allah. Sebab mereka
selama ini tidak mengenal arti kematian. Memang, Allah waktu itu belum pernah
mengemukakan tentang kematian kepada mareka, bahwa semua makhluk ciptaan Allah pasti
akan mati. Tidak terkecuali aku, Lucifer, malaikat terang ciptaan Allah yang
pertama. Namun mereka enggan menanyakan langsung kepada Allah.
Sungguh, tak akan kekurangan apapun juga bila tinggal di taman itu. Di tempat
yang damai ini orang tidak perlu lagi mengejar kekudusan, sebab tempat itu
sudah kudus. Dan dengan kekudusan kita akan dapat melihat Allah.
Manusia itu memuji-muji Allah: “Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku
bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak
menyerahkan aku ke dalam kematian, dan tidak membiarkan kami melihat
kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapanMu ada
sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.”
Dari kejauhan aku, Lucifer, beringsut pergi. Ah, betapa senangnya manusia itu.
Allah maha mengetahui apa yang akan terjadi. Bukankah Allah tahu apa yang
terbaik? Kubentangkan kedua sayapku, terbang ke angkasa dan kembali menjelajahi
bumi untuk melihat-lihat keadaan di sana. Dalam hatiku aku berkata, hai manusia
lihatlah, inilah bakal tanah yang akan diserahkan kepadamu. Tanah yang permai
dan kudus. Dan dalam diriku ada sedikit rasa sedih, suatu saat nanti harus rela
menyerahkan semua ini kepada manusia itu.
Tapi, aku percaya, Allah maha mengetahui dan maha bijaksana.
Pada suatu hari datanglah para malaikat Allah menghadap Allah dan di antara
mereka datanglah juga aku, Lucifer. Dan Allah duduk di takhtaNya yang nampak
bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta
itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya. Dan sekeliling takhta itu ada dua
puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu dipersiapkan bagi dua puluh empat
malaikat utama, termasuk aku.
http://i208.photobucket.com/albums/bb60/inggar_1618/unverse.jpg
Kami semua memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala. Rambut kami semua
memang putih bersinar-sinar, sehingga kami juga sering disebut dengan “dua
puluh empat tua-tua”. Kami inilah yang sering disebut para allah dan para
pengamat (watchers). Kami berkumpul di Taman Eden, dekat sumber sungai air
kehidupan, tempat di mana takhta Allah ada. Dan di hadapan takhta itu ada
lautan kaca bagaikan kristal, di tengah-tengah takhta itu dan di sekelilingnya
ada empat makhluk penuh dengan mata, di sebelah muka dan di sebelah belakang.
Dari dua puluh empat malaikat, ada tiga malaikat utama, yakni aku sendiri,
Mikhael dan Gabriel. Sementara sisanya dua puluh satu malaikat berada di bawah
kami bertiga, di mana masing-masing memimpin tujuh malaikat. Aku membawahi tujuh
malaikat, Mikhael membawahi tujuh malaikat dan demikian pula dengan Gabriel.
Jadi jumlah keseluruhannya adalah dua puluh empat malaikat. Tujuh adalah angka
yang istimewa bagi Allah.
Seperti biasa, bertanyalah Allah kepadaku: “Dari mana engkau?” Lalu jawabku
kepada Allah: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.” Kemudian
setelah itu Allah berkata kepada kami semua, para malaikat-malaikatNya,
“Tidakkah engkau memperhatikan hambaKu, Adam? Tiada ciptaan lain yang
sesempurna dia.”
Kami semua bersorak memuji-muji Allah: “Kudus, kudus, kuduslah Allah, Yang
Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.” Dan kemudian
tersungkurlah kami semua di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan kami
menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan kami melemparkan mahkota
kami di hadapan takhta itu, sambil berkata: “Ya Tuhan Allah dan Allah kami,
Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa, sebab Engkau telah
menciptakan segala sesuatu, dan oleh karena kehendakMu semuanya itu ada dan
diciptakan.”
Bersamaan dengan itu terdengarlah suara semua makhluk yang di sorga dan yang di
bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya
berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta, adalah puji-pujian dan hormat dan
kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!”
Beberapa saat kemudian, suasana menjadi hening. Kami semua bangkit berdiri
kembali. Kemudian Allah memanggil Adam dan berkata kepada para malaikat:
“Bersujudlah kamu semua kepada Adam.”
Aku, Lucifer, terkejut mendengar perintah itu. Bukankah hanya kepada Allah aku
boleh bersujud? Mengapa Allah memperintahkan kami untuk sujud kepada Adam?
Dalam hatiku tak bisa menerima perintah ini. Terlebih sebelumnya, aku memang
memendam suatu perkara tentang Adam ini.
Malaikat Mikhael dan Gabriel langsung bersujud kepada Adam, diikuti dengan
malaikat-malaikat yang dipimpin oleh mereka. Sementara aku, masih diam
termangu-mangu. Rupanya, ketujuh malaikat yang berada dalam kelompokku menunggu
apa yang hendak aku perbuat. Aku memandang kepada Allah, dan Allah juga
memandang ke arahku. Aduh, sungguh aku tak kuat memandangNya.
Kemudian Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam
di waktu Aku menyuruhmu”.
Aku, Lucifer, terkejut mendapat pertanyaan itu dan untuk beberapa saat menjadi
bingung. Kalau aku jawab, bahwa aku hanya mau sujud kepada Allah, bukankah Dia
yang memerintahkan aku untuk bersujud kepada manusia itu. Tapi kalau aku sujud
kepada manusia itu, berarti aku melanggar perintahNya bahwa hanya boleh sujud
kepadaNya saja. Jawaban apa yang harus aku berikan?
Allah memandang ke arahku dan menanti jawaban yang keluar dari mulutku. Entah
kenapa, waktu itu, secara tak sadar aku berkata: “Aku sekali-kali tidak akan
sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering
yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk”. Sebenarnya, pertama kali
aku menjawab itu, bukan karena manusia itu dibuat dari tanah sehingga aku tidak
mau sujud, namun aku tidak mau sujud selain kepada Allah.
Tapi Allah berfirman lagi: “Sujudlah kepada Adam!”
Aku kemudian memberanikan diri untuk bertanya: “Mengapa aku harus bersujud
kepada Adam?”
Allah menjawab: “Sebab dia lebih mulia daripada engkau.”
Aku menjawab: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api
sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.
Kali ini, Allah menjadi murka: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai
Lucifer, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang
mengalahkan bangsa-bangsa!”
Beberapa saat terjadi kegaduhan di antara para malaikat. Belum pernah sepanjang
sejarah, Allah murka sedemikian hebat. Aku sedih mendapat murka Allah, namun
hatiku penuh dalam kebimbangan. Bagiku, tak patut untuk sujud selain kepada
Allah, meski Allah yang menyuruhku sekalipun. Allah telah murka. Aku memandang
Gabriel dengan keinginan agar ia mau membantuku, setidaknya meredakan murka
Allah. Namun dia diam saja. Mikhael juga sama, bahkan ia telah membuang muka
dari padaku. Sementara Adam yang berdiri di tengah-tengah kami hanya diam saja,
tak tahu apa yang hendak dilakukannya. Terlebih, dia memang belum tahu tentang
apa-apa.
Allah kemudian berdiri dalam sidang ilahi, di antara para allah Ia siap
menghakimi aku.
bersambung...
sumber : http://bernaldysaloh.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar